Cakra101, Surabaya.- Dalam rangka memperkuat pemahaman strategi hukum perang dan membentuk karakter tempur yang beretika, Akademi Angkatan Laut (AAL) menggelar Workshop Hukum Humaniter dan Hak Asasi Manusia (HAM) Tahun Anggaran 2025. Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Kepala Departemen Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Kadepiptek) Kolonel Marinir Kakung Priyambodo, S.T., M.Han., bertempat di Kelas Gabungan 3 Gedung Mandalika, Akademi TNI AL, Bumimoro, Surabaya, Rabu (30/4).
Workshop ini merupakan tindak lanjut dari arahan Gubernur AAL, Laksda TNI Dato Rusman S.N., S.E., M.Tr.Opsla., yang menekankan tiga poin utama, yaitu:
- Meningkatkan pemahaman hukum humaniter dan HAM, khususnya prinsip-prinsip dan asas-asas fundamental dalam konflik bersenjata.
- Mengintegrasikan prinsip hukum humaniter dan HAM dalam operasi militer, agar pelaksanaan tugas tetap berada dalam koridor hukum internasional.
- Membedakan kombatan dan non-kombatan, sebagai langkah krusial dalam melindungi penduduk serta objek sipil dalam setiap operasi militer.
Sebanyak 84 Taruna Korps Marinir AAL mengikuti workshop ini. Mereka dibekali materi dari para dosen hukum Depiptek AAL: Letkol Laut (H) Nur Rohman, S.H., M.Tr.Opsla., dan Mayor Laut (H) Suryadi, S.H., serta menghadirkan narasumber dari Koarmada II, Kolonel Laut (H) Yopi Roberti Riry, S.H., M.H. Materi yang disampaikan mencakup aspek yuridis Hukum Humaniter Internasional dan HAM, dengan landasan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Dalam sambutannya, Kolonel Marinir Kakung Priyambodo menegaskan bahwa workshop ini memiliki nilai strategis dalam menyiapkan perwira TNI AL yang tidak hanya tangguh di medan tempur, tetapi juga menjunjung tinggi hukum perang dan HAM. “Kemenangan dalam perang modern tak hanya diukur dari keberhasilan taktis, tetapi dari sejauh mana kita menegakkan etika dan hukum dalam konflik,” ujarnya.
Beliau juga menjelaskan perbedaan mendasar antara hukum perang dan hukum humaniter. Jika hukum perang menekankan aspek yuridis konflik bersenjata, maka hukum humaniter berorientasi pada perlindungan kemanusiaan. Pengetahuan tentang HAM juga penting dalam menghadapi tantangan global seperti pengungsi, terorisme, bencana alam, dan penegakan hukum.
“Taruna AAL harus mampu memahami dan menerapkan prinsip-prinsip hukum humaniter dan HAM dalam setiap pelaksanaan tugas, demi menjaga kehormatan dan profesionalisme sebagai Perwira TNI AL,” tegas Kolonel Kakung.
Sebagai bagian dari metode interaktif, para Taruna dibagi ke dalam empat sindikat untuk menganalisis video pelanggaran hukum humaniter dan HAM, yang kemudian dipresentasikan dan didiskusikan:
Sindikat 1: Penggunaan atribut Palang Merah/Bulan Sabit Merah secara tidak sah.
Sindikat 2: Taktik menghadapi musuh yang berlindung di tempat ibadah.
Sindikat 3: Penanganan musuh yang berpura-pura menyerah.
Sindikat 4: Perlakuan terhadap personel musuh yang tertangkap.
Turut hadir dalam kegiatan ini para Kama Depiptek, dosen Depiptek, dan unsur pendukung akademik lainnya.
MC101 – Dispen Kormar