Wamenkeu Thomas Tegaskan Komitmen Indonesia Dorong Tata Kelola Ekonomi Global yang Inklusif di G20 FMCBG

WASHINGTON D.C., Cakra101.com – Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Thomas Djiwandono memimpin delegasi Indonesia dalam Pertemuan Ke-4 Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 (FMCBG) yang berlangsung di Washington, D.C., (Rabu-Kamis, 15–16/10/2025) di bawah Presidensi Afrika Selatan. Pertemuan ini membahas arah kebijakan ekonomi global, reformasi arsitektur keuangan internasional, isu sektor keuangan, serta peluncuran kerangka baru untuk memperkuat keterlibatan Afrika dalam jalur keuangan G20.

Dalam pembahasan kondisi ekonomi global, para anggota G20 menilai perekonomian dunia tetap tangguh di tengah ketegangan geopolitik, gangguan rantai pasok, serta meningkatnya risiko utang dan perubahan iklim ekstrem. G20 menekankan pentingnya keseimbangan kebijakan fiskal dan moneter serta reformasi struktural guna menjaga stabilitas dan menciptakan lapangan kerja. Bagi Indonesia, kesepakatan ini memperkuat arah kebijakan fiskal yang disiplin namun tetap pro-pertumbuhan, sejalan dengan strategi pemerintah menjaga defisit di bawah 3% PDB sambil memperluas investasi publik dan swasta.

G20 juga menegaskan peran penting Bank Pembangunan Multilateral (MDBs) dalam mendukung pembangunan dan kemakmuran negara berkembang. Pertemuan menyambut kemajuan reformasi Capital Adequacy Framework (CAF) untuk meningkatkan kapasitas pinjaman MDBs dan mendorong blended finance guna menarik investasi swasta. Bagi Indonesia, langkah ini membuka peluang pembiayaan lebih luas bagi infrastruktur dan transisi energi bersih, sekaligus memperkuat posisi Indonesia di lembaga multilateral seperti Bank Dunia dan ADB. Selain itu, G20 juga sepakat memperkuat representasi negara berkembang dalam lembaga keuangan global, sejalan dengan komitmen Indonesia terhadap tata kelola ekonomi dunia yang lebih inklusif.

Dalam bidang keberlanjutan utang, G20 mengesahkan Ministerial Statement on Debt Sustainability yang menegaskan komitmen global untuk menangani kerentanan utang secara transparan, cepat, dan terkoordinasi. Indonesia mendukung penuh langkah ini karena stabilitas utang global juga menentukan stabilitas pasar keuangan negara berkembang. G20 turut mengadopsi inovasi Climate Resilient Debt Clauses (CRDCs) yang memungkinkan penundaan pembayaran bagi negara terdampak bencana besar — inisiatif yang relevan bagi Indonesia sebagai negara rawan bencana.

Salah satu hasil utama pertemuan ini adalah peluncuran G20 Finance Track Africa Engagement Framework (AEF) 2025–2030 yang memperkuat kemitraan antara Afrika dan G20 dalam pembangunan infrastruktur, penguatan tata kelola, dan pembiayaan berkelanjutan. Indonesia menekankan pentingnya akuntabilitas, transparansi utang, dan kesiapan pembiayaan lokal dengan mencontohkan pengalaman Indonesia. Selain itu, G20 juga menegaskan komitmen menjaga stabilitas sistem keuangan global melalui pengawasan lintas batas, penerapan reformasi pascakrisis, serta keselarasan regulasi aset kripto dan fintech. Langkah ini sejalan dengan agenda reformasi nasional melalui UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang memperkuat kepercayaan, kapasitas, dan daya saing sistem keuangan nasional.

(MC101 – Biro KLI nug/al)

Back To Top